NELAYAN SENDANG BIRU
SUMBER MANJING MALANG
Malang (Antara Jatim) - Potensi
dan sumber daya alam (SDA) yang melimpah dan mampu berkontribusi positif bukan
menjadi sebuah ukuran mutlak untuk menentukan sejahtera tidaknya atau makmur
tidaknya suatu komunitas maupun individu seseorang.
Kekayaan dan potensi laut yang
cukup besar di Samudra Indonesia, tak terkecuali di gugusan laut selatan Malang
juga belum mampu memberikan kehidupan yang layak dan sejahtera bagi nelayan
setempat, bahkan cenderung tetap menaungi komunitas nelayan di pesisir Pantai
Sendangbiru di Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang.
Padahal, potensi lautnya sangat
beragam, bahkan jenis ikan tuna terbaik di lautan Indonesia, salah satunya
berada di laut selatan Malang (Sendangbiru). Namun, kenapa sampai saat ini
sebagian besar nelayan yang hidup di pesisir pantai itu belum juga mampu
bangkit dan perekonomiannya meningkat.
Hari Nelayan Nasional yang
diperingati setiap tanggal 6 April pun tak semua orang tahu, bahkan mengerti
betapa pentingnya peran nelayan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga persoalan
kesejahteraan masih menghantui peringatan tersebut dari tahun ke tahun.
"Berbagai upaya telah kami
lakukan untuk meningkatkan perekonomian (pendapatan) nelayan di Sendangbiru
ini, bahkan bantuan teknologi pendeteksi keberadaan ikan pun juga sudah kami
berikan," kata Bupati Malang Rendra Kresna di sela-sela mengikuti
kunjungan kerja Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie di Malang,
beberapa waktu lalu.
Menurut dia, upaya nyata yang
telah dilakukan pemkab untuk meningkatkan pendapatan nelayan, di antaranya
adalah memberikan bantuan rumpon, peralatan tangkap, skoci, jaring hingga
bantuan sembako ketika para nelayan tersebut tidak melaut akibat gelombang laut
yang cukup besar pada bulan Oktober hingga Maret.
Hanya saja, lanjut Rendra,
bantuan tersebut memang belum secara signifikan bisa meningkatkan pendapatan
atau hasil tangkapan mereka karena mereka masih belum berani untuk mencari ikan
di laut lepas akibat minimnya teknologi dan keterbatasan tonase kapal yang
mereka miliki.
Ia mengakui, beberapa tahun silam
Pemkab Malang sudah menggagas program pembangunan kota nelayan terpadu (water
front city), bahkan sudah dibuat rencana detailnya dan ada investor yang
berminat untuk membangun kawasan pantai tersebut.
Rendra mengaku, banyak program
yang diajukan ke pemerintah pusat untuk mengembangkan kawasan Pantai
Sendangbiru agar bisa memberikan kehidupan yang layak bagi nelayan, namun
lagi-lagi banyak kendala yang harus dihadapi.
Salah satu kendala terbesar
adalah tukar guling lahan milik Perhutani. "Sampai saat ini tukar guling
itu tidak bisa dilakukan, padahal ini juga untuk kepentingan masyarakat luas
yang juga menjadi bagian dari anak bangsa,' ujar Rendra.
Lahan milik Perhutani yang akan
ditukar guling tersebut di antaranya akan digunakan untuk pembangunan perumahan
sederhana bagi nelayan, sekolahan, SPBU, tempat pengolahan dan pengalengan ikan
dan infrastruktur pendukung lainnya.
Usulan Pemkab Malang terkini
adalah dibangunya Pelabuhan Nusantara di Sendangbiru. Namun, lagi-lagi
terganjal lahan milik Perhutani dan akses jalan yang kurang memadai karena
untuk sampai di Sendangbiru harus melewati jalan berkelok dan sempit.
"Kami sudah upayakan, baik
dengan pendanaan dari kabupaten, provinsi maupun pusat. Makanya, kami juga
terus merayu pemerintah pusat maupun Kementerian Kehutanan agar tukar guling
yang kami ajukan itu bisa disetujui dan pembangunan di Sendangbiru juga bisa
dipercepat," tegas Rendra.
Proses pengajuan tukar guling
lahan milik Perhutani seluas 17,3 hektare tersebut mulai tahun 1987 dan akan
digunakan untuk membangun rumah sekitar 1.500 nelayan di kawasan itu. Padahal,
Pemkab Malang sudah menyiapkan lahan pengganti di Desa Mulyosari, Kecamatan
Ampelgading.
Infrastruktur
Kondisi infrastruktur, sarana dan
prasarana sebagai penunjang berputarnya roda kehidupan di pesisir Pantai
Sendangbiru memang masih sangat minim, mulai dari ketersediaan (pasokan)
listrik, jalan, air bersih, transportasi dan pabrik es untuk mengawetkan hasil
tangkapan ikan nelayan.
Karena seringnya terjadi
pemadaman listrik di kawasan itu, satu-satunya pabrik es yang ada terpaksa
harus gulung tikar, sehingga nelayan juga harus rela "impor" es
batangan (balok) dari sejumlah daerah, seperti Kota Malang, Blitar, Tulungagung
maupun Kediri.
Apalagi, salah satu kebutuhan
pokok manusia, yakni papan juga belum terpenuhi secara layak. Masih banyak
nelayan yang datang dari hampir seluruh penjuru nusantara itu harus tinggal
berdesakan antara dua hingga tiga kepala keluarga dalam satu rumah.
Untuk mewujudkan impian para
nelayan Sendangbiru yang ingin memiliki rumah sendiri tersebut, Kepala Desa
Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan Sudarsono sudah menyiapkan lahan
seluas 5 hektar untuk rumah susun.
Untuk pembangunan rumah susun
bagi nelayan itu nanti, katanya, pihaknya akan berkoordinasi dengan dinas
perikanan dan kelautan Kabupaten Malang dan mengajukan permohonan ke
Kementerian Perumahan Rakyat.
"Kami berharap ada perhatian
dari pemerintah, tidak hanya bantuan dalam bentuk kail atau 'ikan' berupa
sembako dan peralatan untuk meningkatkan pendapatan, tapi juga yang bersifat
permanen, yakni rumah tinggal bagi nelayan karena kehidupannya selama ini
sangat memprihatinkan," ujarnya.
Menanggapi kehidupan nelayan
Sendangbiru yang cukup memprihatinkan tersebut Bupati Malang Rendra Kresna
mengatakan, secara bertahap akan dilakukan penataan. Oleh karena itu Rendra
berharap tukar guling lahan tersebut bisa terealisasi secepatnya agar
pembangunan di kawasan itu juga bisa secepatnya dilakukan.
"Pemkab tidak akan mampu
kalau bekerja sendirian karena dana yang dibutuhkan untuk mengubah Sendangbiru
menjadi kota mandiri dengan segalam fasilitas, sarana, prasarana serta
infrastruktur memadai cukup besar, bahkan bisa mencapai ratusan miliar rupiah,"
katanya.
Yang bisa dilakukan Pemkab Malang
saat ini, kata Rendra, memberikan bantuan agar nelayan bisa bertahan hidup
dengan peralatan yang ada, terutama pada saat musim paceklik (tidak melaut).
Memang, kendala terbesar yang dihadapi nelayan Sendangbiru selama ini adalah
peralatan dan teknologi modern untuk memaksimalkan hasil tangkapan ikan.
Ketika musim paceklik sekitar
Oktober hingga Maret, banyak nelayan Sendangbiru yang beralih profesi untuk
sekedar bertahan hidup. Ada yang menjadi kuli bangunan dan pekerja serabutan
asalkan menghasilkan uang.
Potensi Perikanan
Pesisir selatan Kabupaten Malang
sepanjang 115 kilometer yang melintasi enam kecamatan, meliputi Sumbermanjing
Wetan, Gedangan, Ampelgading, Tirtoyudo, Bantur, dan Donomulyo tidak hanya
menyuguhkan pemandangan alam dan deburan ombak nan indah, tapi juga potensi
perikanan yang cukup besar.
Hanya saja potensi perikanan laut
yang cukup besar di kawasan Pantai Selatan Malang, khususnya sendangbiru itu
belum tergarap secara maksimal. Potensi ikan di wilayah perairan sejauh 200 mil
dari bibir pantai ini sangat tinggi, yakni 80 ribu ton, di antaranya cakalang,
tongkol dan tuna, bahkan juga rumput laut, ikan hias, dan terumbu karang.
Potensi tangkapan ikan laut di
pesisir laut Selatan Kabupaten Malang rata-rata mencapai 403.444 ton per tahun,
namun saat ini baru tergarap dengan baik sekitar 9.500 ton per tahun atau hanya
2,4 persen dari keseluruhan potensi yang ada.
Meski memiliki potensi besar,
Kabupaten Malang belum dilengkapi pelabuhan perikanan yang memadai. Hingga saat
ini hanya ada tiga tempat pelelangan ikan, yakni di Licin Ampelgading,
Sendangbiru dan Tirtoyudo.
"Yang pasti kami akan terus
berupaya meningkatkan hasil tangkapan ikan, kualitas pengolahan dan kemasan
agar bernilai jual tinggi, termasuk ikan tuna yang menjadi ekspor
unggulan," ujar Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Malang
endang Retnowati.
Sementara Menteri Kelautan dan
Perikanan Syarif Cicip Sutarjo ketika berkunjung ke Malang belum lama ini
berjanji akan segera merealisasikan pembangunan pelabuhan ikan Internasional di
Pantai Sendangbiru.
Pelabuhan yang digagas sejak 2006
lalu itu berfungsi untuk pendaratan kapal ikan dari berbagai daerah di
Indonesia. "Kita anggarkan pada 2014 mendatang," katanya.
Menurut Cicip, program
kementeriannya disesuaikan dengan prioritas pembangunan wilayah. Sehingga
sejumlah proyek, termasuk pelabuhan ikan Internasional di Sendangbiru tidak
bisa dikerjakan secara cepat, namun Cicip telah meminta Bupati Malang, Rendra
Kresna, melengkapi Detail Engineering Design (DED) berkaitan dengan rencana
pembangunan pelabuhan ikan tersebut.
Ketua Kelompok Nelayan Sekoci
Pantai Sendang Biru, Sudarsono, menjelaskan keberadan pelabuhan internasional
itu nantinya akan mempermudah nelayan dalam usaha lainnya karena hasil
tangkapan ikan nelayan adalah tuna yang menjadi komoditas ekspor ke Eropa dan
Jepang. Rata-rata setiap hari hasil tangkapannya mencapai 100 ton, sehingga
butuh pabrik es untuk mengawetkan ikan hasil tangkapan.
Di Pantai Sendang Biru jumlah
nelayan mencapai 1.000 orang didukung armada angkut 300 kapal berbagai jenis,
seperti sekoci, pleret, dan payang. Sebagian besar nelayan datang dari berbagai
daerah di Indonesia seperti Banyuwangi, Pacitan dan Makassar.
Ke depan, Indonesia djuga
igadang-gadang menjadi negara ke-7 berpotensi pelaku ekonomi terbesar di dunia
tahun 2030 oleh lembaga survei McKinsey (2012) dengan sektor perikanan sebagai
penopangnya.
Dianugerahi segala potensi
kekayaan hayati, letak geografis yang strategis, ternyata sebagian besar
masyarakat nelayan masih hidup dalam kemiskinan. Dari 30,02 juta penduduk yang
tergolong miskin di Indonesia, 7,87 juta (25,14 persen) di antaranya adalah
nelayan.
0 komentar:
Posting Komentar