Sejarah
Dari
cerita yang beredar di Masyarakat Sumbermanjing Kulon Kecamatan Pagak Kabupaten
Malang ini dulu di tempat yang sekarang menjadi lapangan sepak bola
sumbermanjing kulon ada Sumber / mata air yang sangat besar.
saking besarnya sehingga tidak ada
satu orang pun yang dapat membendungnya, pada akhirnya ada seorang yang mampu
menghentikan sumber tersebut.
seorang yang menghentikan
tersebut bernama Kyai Darso, Kyai Darso lah yang mampu menghentikan sumber yang
sangat besar itu, Sehingga warga yang melihat itu memberi nama desa ini menjadi
Sumbermanjing artinya Sumber ( Mata air ) dan manjing ( Besar ) . Nama kulon
adalah bagian Barat.
Sumbermanjing Kulon ini perlahan
mulai menampakkan diri baik di dunia bisnis dan dunia pendidikan.
Desa Sumbermanjing yang berada di
kecamatan Pagak Kabupaten Malang ini berpotensi besar menjadi perkotaan, di
lihat semakin berkembangnya desa ini sehingga hampir semua elemen pemerintah
ada di desa ini mulai dari Polsek Pagak, Koramil Pagak , Dll.
Pahlawan yang bersjasa memperkenalkan
kecamatan sumbermanjing adalah Hamid Roesdi dikenang sebagai sosok pahlawan
tiga masa, yaitu masa penjajahan Belanda, Jepang, dan Kemerdekaan yang sangat
konsisten memperjuangkan hak-hak rakyat. Beliau lahir pada hari Senin Pon 1911
di desa Sumbermanjing Kulon, Pagak Malang Selatan. Pada masa penjajahan
Belanda, sangat aktif di bidang kepanduan dan tergabung dalam 'Pandu Ansor'
karena belau juga seorang guru agama sekaligus staf Partai NU. Beberapa tahun
kemudian bekerja di Malang sebagai seorang sopir di penjara Besar Malang
(Lowokwaru). Pada tanggal 8 Maret 1942 Jepang memasuki kota Malang dan mulai
memerintahkan membuat barisan Heiho, Seinedan, Keibodan dan Djibakutai
sekaligus melakukan tekanan fisik pada rakyat.
Melihat situasi itu, Hamid Roesdi
keluar dari pekerjaannya dan mulai membela nasib rakyat dengan menyusuo ke PETA
(Pembela Tanah Air) tahun 1943 yang dibentuk atas usul Gatot Mangkupraja dan
ditugaskan di Malang dengan pangkat Sudanco (Letnan I). Selain berlatih
militer, ia juga sibuk mempersiapkan laskar rakyat untuk menentang Jepang
sendiri. Pada malam hari tanggak 3 September 1945 diumumkan daerah karesidenan
Surabaya masuk wilayah RI, Hamid Roesdi mulai melucuti tentara Jepang di
Malang. Pada tahun 1946 menjabat sebagai perwira Staf Divisi VII Suropati
dengan pangkat Mayor dan bertempat tinggal di jalan Semeru (sekarang Bank
Permata).
Dianggap berhasil dalam menangani
pelucutan senjata Jepang, kemudian Beliau diangkat sebagai komandan Batalyon I
Resimen Infanteri 38 Jawa Barat dan menyelesaikan pertempuran disana dengan
sukses. Sekembalinya dari Jawa Barat dinaikkan pangkatnya dari Letnan Kolonel
menjadi Komandan Pertahanan daerah Malang di Pandaan-Pasuruan.
Pada Clash I 1947 Hamid Roesdi
dengan gigih memimpin pasukan mempertahankan Kota Malang dari tentara Belanda.
Sebelum Belanda memasuki Pandaan, Hamid Roesdi berkeliling kota menaiki Jeep
untuk memerintahkan seluruh rakyat agar 'membumi hanguskan' bangunan Belanda.
Ketika Kota Malang tidak dapat
dipertahankan lagi, beliau membuat pertahanan di Bululawang dan menyusun
strategi merebut Malang kembali. Tengah malam
8 Maret 1949 kondisi perang sangat genting, Hamid Roesdi datang dan
berpamitan pada istrinya, Siti Fatimah yang belum sempat dikaruniai anak karena
selalu hidup dalam persembunyian. Setelah pamit untuk terakhir kalinya, beliau
tidak pernah kembali lagi selama-lamanya. Oleh Karena itu Kecamatan Sumber
manjing dapat dikenal di wilayah malang berkat Hamid Rosadi.
0 komentar:
Posting Komentar